Senin, 27 Oktober 2014

Scoliosis merubah hidupku (part 1)



Bagiku.. menderita skoliosis itu adalah takdir yang Allah tuliskan sejak 12-13 tahun lalu.
Ntah apa penyebab pasti dari skoliosis yang ku derita, hingga kini tak pernah kudapatkan penjelasan pasti dari semua dokter yang ku temui..
13 tahun lalu saat usiaku 14 tahun, ketika seorang anak perempuan yang baru beranjak remaja telah dihadapkan oleh suatu penyakit yang asing di telinga yang mereka bilang tak ada obatnya.. sungguh membuat hatiku menciut  dan ga tahu harus berkomentar apa kepada sang dokter, ibu yang menemani ku berobat, dan pada diriku sendiri. Seorang gadis kecil yang polos dan tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Yang dirasa hanyalah pegal dan nyeri di pundak, punggung, hingga pinggang.. tak ada satupun obat yang diresepkan oleh dokter untuk mengurangi rasa sakit yang kuderita. Saat itu dokter hanya menyarankan agar aku memesan brace untuk ku kenakan slama full 23 jam.. mungkin hanya mama yang mengerti maksud dokter, tapi tak bisa memenuhi saran dokter karena ekonomi keluarga kami yang tidak memungkinkan untuk memesan brace dengan harga yang ditawarkan. Dan q mengerti kesedihan mama.
Dalam hati ku berkata “biarlah tak perlu memesan apapun untuk tubuhku, q yakin Allah Maha Adil, tak ada satupun penyakit yang tak ada obatnya. Dari kecil RS bukanlah tempat yang asing bagiku. Maka untuk sakitku kali ini, pasti Allah akan menyembuhkannya juga. Kalo bukan hari ini, ya besok.. jika bukan besok.. minggu depan, ataw mungkin bulan depan. Sakitku pasti sembuh”

Sehari.. 2 hari.. seminggu.. bahkan sebulan lebih ku menunggu sembuh.
Seiring berjalan waktu.. rasa sakit itu semakin menjadi-jadi. Dan yang membuatku sedih adalah sakitku itu diiringi oleh pertumbuhan tulang belakang yang tak wajar.. bila teman-temanku semakin tinggi ke atas, tapi tubuhku justru semakin melengkung.. Ya Allah apa yang terjadi denganku??
Usia ku kini hampir 15 tahun, siap naik ke kelas 3 smp..  Q sedih.. q sakit.. q malu dan minder..
Saat rasa sakit itu menyerang, pelan-pelan q hampiri mama dan bertanya..”ma.. dhe sakit ap sich? Kita ga ke dokter lagikah? Badan dhe kenapa ga lurus kaya teman-teman?”
Mama mendekat dan memeluk ku erat sambil berkata “kita ga berobat ke Rumah Sakit lagi sayank, nanti mama cari tempat berobat yang bagus buat dhe ya.. dhe yang sabar dan tegar ya sayank.. dhe kan anak pintar.. dhe rajin berdoa sama Allah supaya cepet sembuh”
Dalam dekapan yang erat itu, kurasakan ketegaran seorang Ibu yang berjuang seorang diri, berusaha menyembuhkan putri kesayangannya.. teringat jelas dalam memory otakku rekam wajah mama yang tersenyum menutupi kesedihan dengan raut wajah dihiasi mata merah tanpa air mata.. sungguh sosok Ibu yang luar biasa hebat dan tegar!!

Selang beberapa bulan kemudian, mama tersenyum dan mengajakku berobat di suatu daerah yang berlokasi di jakarta selatan (kawasan komplek MPR) mama bilang itu pengobatan alternatif. Yang mengobati adalah ahli tulang dan para pasiennya banyak yang cocok dan sembuh setelah mendapat penanganan darinya. Biaya berobatnya pun seiklas pasien dan tidak ditentukan tarifnya.. itu lebih baik daripada memesan brace dengan harga jutaan rupiah.
Q senaaang bangetz denger penjelasan mama. Sama seperti mama yang semangat dengan segudang harapan, Q pun ga kalah optimis dan yakin bahwa inilah cara Allah menyembuhkan penyakitku.
Libur sekolah (minggu) dengan langkah pasti kami berdua pergi ke tempat alternatif tersebut. Rute dari rumah ke terminal blok-M, lanjut naik angkot 605A turun di halte MPR II.
Untuk pertama kalinya dihidupku berobat ke tempat alternatif patah tulang. Banyak sekali ku temui orang-orang dewasa yang berobat. Sebagian besar karena kecelakaan hingga tubuhnya memar, ada juga yang patah, dan semua sembuh di tempat itu.

Saat diriku di pegang dan di urut oleh ibu haji yang ahli tulang itu, lidahku tak berhenti menyebut asma Allah karena rasa sakit yang luar biasa. Usai di urut, badanku dibaluri obat (minyak urut ramuan) dan ditutup oleh kapas, papan sebagai penyangga punggung dan terakhir di lilit oleh perban coklat. Rasanya sangat tidak nyaman, apalagi dengan aroma minyak urut yang kurang sedap tercium dari hidungku. Dan saat pake bajupun, terlihat ada yang menonjol di belakangku.. membuat diriku ga nyaman. Gimana kalo teman sekolahku menyadari perban yang ada di badanku? Bagaimana bila saat bermain bersama, mereka memegang punggungku yang kaku karena papan dan perban yang terlilit di tubuhku? Apa yang harus ku katakan pada mereka semua? Bagaimana aku harus bersikap di hadapan teman-temanku kini??
Mulailah rasa minder menyelimuti hidupku. Dan sejak saat itu, q menjadi menarik diri dari lingkungan bermainku di sekolah dan dirumah. Menjadi sosok yang penutup dan sensitif.

Q pikir pengobatan ini hanya berlangsung beberapa minggu saja, tapi ternyata jauh diluar perkiraanku.. 1 tahun lebih berobat, mencoba tetap tekun dan sabar namun tak jua menemukan hasil. Yang menyedihkan justru lengkung tubuhku semakin bertambah parah dari sebelumnya. Hingga akhirnya kami putuskan untuk berhenti berobat.
Rasanya ingin sekali menangis dan menjerit.. ini adalah sakit terlama yang ku derita seumur hidupku..
Ya Allah, rasanya sungguh tidak nyaman sekali. Pegal, nyeri, sakit yang slalu rutin dirasakan setiap hari.. membuat tubuhku semakin lemah dan tak berdaya..

>> to be continued <<

Tidak ada komentar:

Posting Komentar